Tafsir Mimpi



TAFSIR MIMPI MENURUT AL-QURAN DAN SUNNAH
IBNU SIRIN
Makalah Filsafat UAS
Dosen : Umaiyyatus Syarifah,MA
Nama   : Muhammad Zarkasi
NIM : 09650074
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010BAB I
Pendahuluan
Mimpi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Meski mimpi termasuk
pengalaman pribadi, namun merupakan fenomena universal yang memainkan peranan
penting dalam pembentukan kebudayaan manusia. Mimpi merupakan suatu hal yang tidak
pernah terlepas dari kehidupan manusia. Baik manusia dalam bentuk kecil (anak-anak) atau
dewasa, pejabat atau rakyat jelata, semuanyapernah mengalami mimpi. Karena mimpi tidak
terlepas dari kehidupan manusia, maka ia mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan ini.
Ada pengaruh positif, namun juga tidak sedikit pengaruh negatifnya.
Banyak orang mengatakan, mimpi adalah bunga-bunga tidur yang tak perlu diyakini
kebenarannya. Namun, tak sedikit mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan dan benar
adanya.Dalam sejarah kehidupan umat manusia, banyak orang yang bermimpi dan meyakini
kebenaran dari mimpi itu. Sebut saja, kisah Nabi Ibrahim AS yang menyembelih anaknya,
Ismail. Namun kemudian, Allah SWT menggantinya dengan seekor domba untuk disembelih.
Kisah ini kemudian diperingati sebagai momentum Idul Adha (Hari Raya Kurban).
Berikutnya adalah Nabi Yusuf AS yang bermimpi melihat 11 bintang, bulan, dan matahari
yang bersujud kepadanya. Mimpi ini menjadi kenyataan ketika ia menjadi seorang
bendaharawan Mesir. Saudaranya yang berjumlah 11 orang, ibu, dan ayahnya, Nabi Yakub
AS, datang menghadapnya dan bersimpuh di hadapannya. Nabi Yusuf AS terkenal sebagai
seorang ahli menafsirkan mimpi.
Pada hakikatnya, mimpi adalah deretan dari gambaran mental yang saling bertalian dan
berlangsung selama orang tidur. Mimpi hanya sebagai akibat dari pengaruh mekanisme fisik
dan cermin dari gejala kejiwaan yang dialami seseorang semata

BAB II
Pembahasan
Dalam perjalanannya, pembahasan mimpi tidaklah didominasi oleh satu kelompok
ataupun satu bidang disiplin ilmu saja. Tetapi meluas ke berbagaibidang disiplin ilmu,
misalnya filsafat, psikologi, agama, dan lain-lain. Hal ini menandakan bahwa tema mimpi
memang merupakan tema yang menarik dan selalu aktual untuk dijadikan bahan kajian.
Karena tentunya, banyak orang dengan segala jenis kelompok usia dan golongan lapisan
sosialnya hingga saat ini masih mengalami mimpi. Meski tema mimpi dalam dunia akademik
lebih dikenal dan populer dikalangan  agama dengan displin keilmuan  filsafat dan tasawuf,
namun tulisan ini tidak sedang mencoba mendefinisikan mimpi dari sudut pandang ilmu
agama saja, tetapi dari berbagai pandangan yang lain.
Tafsir mimpi menurut Islam
Imam Ibnu Sirin
1
, dalam bukunya  Tafsir Mimpi Menurut Islam, berkata, “Pada
prinsipnya mimpi yang baik itu bersumber dari aneka amal yang benar dan mengingatkan
akan aneka akibat dari berbagai urusan. Dari mimpi yang baik itu muncullah aneka perintah,
larangan, berita gambira, dan peringatan. Dikatakan demikian karena mimpi  yang baik
merupakan sisa dan bagian dari kenabian, bahkan ia merupakan satu dari dua bagian
kenabian,  sebab ada nabi yang wahyunya berupa mimpi. Orang yang menerima wahyu
melalui mimpi disebut Nabi. Adapun orang yang menerima ucapan malaikat saat dia terjaga
disebut Rasul. Inilah yang membedakan antara nabi dan rasul.”
Tidak semua mimpi dapat ditafsirkan makna yang terkandung didalamnya. Ada kalanya
mimpi bagaikan angin lalu namun ada yang benar-benar menjadi kenyataan. Mimpi insan
yang bertakwa merupakan perkhabaran yang akan berlaku, kerana Rasulullah tidak bermimpi
melainkan mimpi baginda menjadi kenyataan. Sedangkan mimpi insan yang tidak beriman
merupakan berita yang disebarkan oleh syaitan.
Dalam suatu riwayat dikisahkan, seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
saya bermimpi melihat  kebahagian tubuh baginda berada di rumahku.” Baginda menjawab,
“Sesungguhnya Fatimah akan melahirkan seorang anak lelaki, kemudian engkau yang akan
                                                      
1
. Muhammad bin Sirin lahir dua tahun menjelang masa pemerintahan Utsman, dan  wafat pada tahun 110 menyusukannya.” Tidak lama kemudian Fatimah melahirkan Hussein dan disusukan oleh
wanita tersebut.
Sesungguhnya mimpi itu dapat ditafsirkan, namun tidak semua orang mampu mentafsirkan
kebenarannya. Tambahan pula, mimpi diakui adanya dalam syariat Islam. Sedangkan ilmu
untuk mentakwilkan, mentakbirkan atau mentafsirkannya diiktiraf oleh  para ulama. Banyak
ulama yang ingin mendalami masalah takwil atau tafsir mimpi tetapi tidak  banyak yang
mengetahuinya kerana susahnya.
Menurut ahli-ahli ta’bir, mimpi ada tiga macam:
1.   Peristiwa yang menggembirakan yang benar yang terjadi setelah bermimpi, dan ini tidak
memerlukan penafsiran.
2.   Mimpi yang batil atau permainan syaitan, yaitu mimpi yang tidak dapat diperincikan oleh
orang yang bermimpi. Ertinya orang yang bermimpi itu tidak sanggup mengingat tertib atau
jalan cerita mimpi itu. Mimpi seperti ini dianggap batil dan tidak mempunyai sebarang makna
atau takwil.
3.   Keinginan nafsu. Seperti kita ketahui nafsu ada tiga, iaitu nafsu mutmainnah, nafsu
lawwamah dan nafsu ammarah. Mimpi seperti ini terjadi kerana pengaruh fikiran seseorang.
Sesuatu yang dia lakukan atau dia khayalkan siang hari atau menjelang tidurnya selalu
menjelma ketika tidurnya.
Tafsir mimpi menurut Barat
Tafsir mimpi telah diamalkan sejak zaman Babilonia beribu-ribu tahun yang lalu.
Aflatun, Aristu, Cicero, Kitab Injil, Shakespeare, Goethe dan Napoleon percaya bahawa
mimpi tertentu meramalkan. Manusia sudah mentafsirkan lambang dalam mimpinya menurut
tamadun dan masyarakatnya. Tidak ada apa pun yang memuncul  dalam mimpi secara
kebetulan, tiap gambaran adalah lambang yang dihargai yang merujuk kepada kehidupan
anda dan fikiran yang paling dalam pada anda. Biasanya  kebahagian yang paling
mengelirukan adalah juga kebahagian yang paling penting untuk dipahami.
Mimpi ada tiga macam:1. Mimpi jasmaniah. Mimpi ini tidak penting dan disebabkan oleh fikiran yang bangun
dan bimbang, demam, ramuan ubat dan dadah, penyakit. Mimpi ini tidak meramalkan.
2. Mimpi subjektif yang berdasarkan pandangan sendiri. Mimpi ini penuh lambang dan
meramalkan, walau bagaimana pun makna betul tersembunyi di lambang dan kias.
3. Mimpi rohaniah. Mimpi ini dilaksanakan oleh roh sendiri dan meramalkan.
Mimpi boleh melebih-lebihkan. Semua mimpi bukan menggembirakan atau meramalkan.
Mimpi ngeri boleh meninggalkan tanggapan tahan lama yang menakutkan. Bila tertidur,
fikiran taakulan tidak aktif, jadi fikiran mimpi melebih-lebihkan dan mengherotkan gambaran
dalam mimpi sehingga merangsang atau menakutkan. Mempi yang ngeri merupakan mimpimimpi yang biasanya hanya membesar-besarkan situasi yang sedang anda alami atau sesuatu
kejadian yang akan berlaku. Mimpi ngeri biasanya mencerminkan sesuatu yang ada kenamengenai dengan situasi di masa lampau/masa kini atau bakal kejadian tersebut akan terjadi.
Malah oleh kerana anda sudah ditunjukkan adanya situasi/kejadian yang negatif tersebut
dalam mimpi anda maka kesannya tidak akan menjadi begitu kuat bagi anda. Sudah tentu
elemen kejutan itu akan lebih kurang. Jadi janganlah anda risau jika mimpi ngeri anda itu
sangat menakutkan.
Secara perinci, kaidah umum dalam menafsirkan mimpi, seperti adab tafsir mimpi,
waktu dalam menafsirkan mimpi, mimpi yang boleh diyakini, hal-hal prinsip dalam
menafsirkan mimpi, serta menafsirkan mimpi berdasarkan watak, waktu, dan keadaan.
Permasalahan lainnya yang dibahas adalah kedudukan roh dan jiwa saat mimpi, cara
menafsirkan mimpi berdasarkan nama, makna dan bahasa yang digunakan, mimpi yang
benar, dan hal-hal yang harus dilakukan saat bermimpi tentang sesuatu yang tidak baik atau
mimpi buruk. Setidaknya, semua persoalan mimpi dibahas oleh pengarangnya secara detail
dan perinci.
Tafsir Mimpi menurut Al-Qur’an dan As-Shunnah
Mimpi terbagi dua: mimpi yang benar dan yang batil. Mimpi yang benar ialah yang dialami
manusia tatkala kondisi psikologisnya seimbang dan keadaan cuaca sedang seperti ditandai
oleh bergoyangnya pepohonan hingga berjatuhannya dedaunan. Mimpi yang benar tidak
didahului dengan adanya pikiran dan keinginan akan sesuatu yang kemudian muncul dalam
mimpi. Kebenaran mimpi juga tidak ternodai oleh peristiwa junub dan haid. Adapun mimpi
yang batil ialah yang ditimbulkan oleh bisikan nafsu, keinginan, dan hasrat. Mimpi demikian tidak dapat ditakwilkan. Demikian pula mimpi “basah” dan mimpi lain yang mewajibkan
mandi dikategorikan sebagai mimpi yang batil karena tidak mengandung makna. Sama
halnya dengan mimpi yang menakutkan dan menyedihkan karena berasal dari setan.
Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang
yang beriman
itu berduka cita, sedang pembicarana itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada
mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allahlah hendaknya orang-orang yang
beriman bertawakal.”(al-Mujaadilah: 10)
Jika seseorang mengalami mimpi yang tidak disukai, disunnahkan melakukan lima
perbuatan. Yaitu, mengubah posisi tidur, meludah ke kiri sebanyak tiga kali, memohon
perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, bangun dan shalat, dan tidak
menceritakan mimpinya kepada siapa pun.
Ustadz Abu Sa’ad berkata, “Pelaku mimpi hendaknya memelihara etika yang perlu dipegang
teguh dan memiliki batasan-batasan yang selayaknya tidak dilampaui. Demikian pula halnya
dengan
pentakwil.” Etika pelaku mimpi ialah,  pertama,  dia tidak menceritakan mimpinya kepada
orang yang hasud sebagaimana dikatakan Ya’kub kepada Yusuf,
“Ayahnya berkata, ‘Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada
saudarasaudaramu,maka mereka akan membuat makar untuk membinasakanmu.’” (Yusuf:5)
Kedua, jangan menceritakan mimpinya kepada orang yang bodoh. Nabi saw. bersabda,
“Janganlah kamu menceritakan mimpimu kecuali kepada orang yang dicintai atau
kepada orang yang pandai.”
Ketiga,  janganlah menceritakan mimpi kecuali secara rahasia karena dia pun melihatnya
secara rahasia pula. Jangan menceritakannya kepada anak-anak dan wanita. Sebaiknya mimpi
itu diceritakan menjelang awal tahun dan pada pagi hari, bukan sesudah keduanya lewat.
Adapun etika pentakwil ialah sebagai berikut.
Pertama, jika saudaranya menceritakan mimpi kepadanya, maka katakanlah, “Aku kira
mimpi itu baik.”
Kedua, hendaknya menakwilkan mimpi dengan cara yang paling baik. Diriwayatkan bahwa
Nabi saw. bersabda,  “Mimpi akan terjadi sebagaimana ia ditakwilkan.”  Juga diriwayatkan
bahwabeliau bersabda, “Mimpi itu bagaikan kaki yang menggantung selama belum diungkapkan. Jika telah diungkapkan, maka terjadilah.”  Demikian yang disebut dalam  asSilsilah ash-Shahihah.
Ketiga, menyimak mimpi dengan baik, kemudian menjawab si penanya dengan jawaban
yang mudah dipahami.
Keempat, jangan tergesa-gesa menakwilkan mimpi. Lakukanlah dengan hati-hati.
Kelima, menyembunyikan mimpi dan tidak menyebarkannya sebab ia merupakan amanat.
Jangan menakwilkan mimpi ketika matahari terbit, ketika tergelincir, dan ketika terbenam.
Keenam, memperlakukan pelaku mimpi secara berbeda. Janganlah menakwilkan mimpi raja
seperti menakwilkan mimpi rakyat, sebab mimpi itu berbeda karena perbedaan kondisi
pelakunya.
Ketujuh, merenungkan mimpi yang dikemukakan kepadanya. Jika mimpi itu baik, maka
takwilkanlah dan sampaikanlah kabar gembira kepada pelakunya sebelum mimpi itu
ditakwilkan.
Jika mimpi itu buruk, maka janganlah menakwillkannya atau takwilkanlah bagian mimpi
yang takwilnya paling baik. Jika sebagian mimpi itu merupakan kebaikan dan sebagian lagi
keburukan, maka bandingkanlah keduanya, lalu ambillah mimpi yang paling tepat dan paling
kuat pokoknya. Jika pentakwil mengalami kesulitan, bertanyalah kepada pelaku mimpi ihwal
namanya, lalu takwilkannya berdasarkan namanya itu.
Argument Positif
Dalam buku yang ditulis oleh Ibnu Sirin, pembahasan tentang mimpi dan penafsiran mimpi
diambil sumber dari berbagai sudut pandangan dan yang paling terlihat diantara keramaian
para filosof sekarang adalah pendangan secara teoritis dari sumber Al-Quran dan sunnah. Dia
mengkaji berbagai penafsiran positif dari suatu mimpi.
Argument Negatif
Argument positif tentang tafsir mimpi tidak sepenuhnya ada kebenaran, namun terdapat juga
kesalahan tentang tafsir  mimpi yang tidak  sesuai dengan apa yang  telah diceritakan oleh
sipemimpi. Orang sering berkata bahwa mimpi adalah hal gaib dari apa yang kita rasakan,
padahal dalam mimpi itu ada kalanya kita bermimpi hal-hal yang menyenangkan dan ada
kalanya pada hal yang kita takutkan. Seseorang sering menganggap mimpi bakal  jadi
kenyataan, karena itu sebagian dari intuisi kita pada saat tidur, nonsens jika orang
mengatakan itu. Kita tidur mematikan semua kinerja saraf dan otak kita, jadi tidak mungkin kita berpikir dalam keadaan tidur.  Dalam istilah jawa sering orang tua berkata “ mimpi
adalah bunga daripada tidur”. Sedangkan dalam hal lain buku yang ditulis oleh ibnu sirin
kurang memandang dari segi spesifik psikolog manusia. Dalam penafsiran mimpi setidaknya
haruslah berhati-hati karena penggambaran mimpi selain cakupan yang luas juga sulit dalam
panggambaran secara  detail. Semua mimpi berasal dari penggambaran imajenasi seseorang
dalam perlakuan atau kesibukan sehari-hari. Untuk pemahaman gambaran simbolik  suatu
mimpi maka haruslah diketahui kondisi psikologis seorang tersebut. Jadi psikologis manusia
sangatlah penting dalam menafsirkan suatu mimpi manusia dimana sebelumnya kita perlu
mengetahui keadaan psikologisnya. Namun dalam buku tafsir mimpi Ibnu Sirin tidak
mengambil rujukan dalam psikologis manusia, dimana psikologis manusia sangat penting
dalam melakukan analisis penggambaran, atau imajenasi manusia.
psikologi manusia berada diantara wilayah kesadaran hingga lupa, dan dari wilayah
bergejolak hingga tenang. Menurut  Al-Qur'an desain kejiwaan manusia diciptakan Tuhan
dengan sangat sempurna, berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan  pemikiran,  perasaan dan
berkehendak. Seperti halnya akal, hati, hati nurani, syahwat dan hawa nafsu.
Akal yang kerjanya berfikir dan bisa membedakan yang buruk dari yang baik. Akal
bisa menemukan kebenaran tetapi tidak bisa menentukannya, oleh karena itu kebenaran `aqly
sifatnya relatif. Hal tersebut yang menjadikan  manusia berpikir secara mendalam yang
sangat berkaitan dengan logika manusia. Dengan adanya akal manusia belajar memimpikan
sesuatu dalam artian membayangkan masa depan, bagaimana dia harus berbuat sesuatu untuk
merubah jalan hidupnya.
Hati merupakan perdana menteri dari sistem nafsani. Dialah yang memimpin kerja
jiwa manusia. Ia bisa memahami realita, disaat akal mengalami kesulitan. Sesuatu yang tidak
rasional masih bisa difahami oleh  hati. Di dalam  hati ada berbagai kekuatan dan penyakit;
seperti iman, cinta dengki, keberanian, kemarahan, kesombongan, kedamaian, kekufuran dan
sebagainya.  Hati memiliki otoritas memutuskan sesuatu tindakan, oleh karena itu segala
sesuatu yang disadari oleh  hati berimplikasi kepada pahala dan dosa. Apa yang sudah
dilupakan oleh  hati masuk kedalam memory nafs (alam bawah sadar), dan apa yang sudah
dilupakan terkadang muncul dalam mimpi. Sesuai dengan namanya  hati,  yang sering tidak
konsisten.Mata Batin adalah pandangan  hati nurani sebagai lawan dari pandangan  mata
kepala. Berbeda dengan  hati yang tidak konsisten,  hati nurani selalu konsisten kepada
kebenaran dan kejujuran. Ia tidak bisa diajak kompromi untuk menyimpang dari kebenaran.
Mata batin disebut juga sebagai nurani. Menurut tasawuf, bashirah adalah cahaya ketuhanan
yang ada dalam hati, nurun yaqdzifuhullah fi al qalb.  Semuanya bersumber dari sini.
Syahwat adalah motif kepada tingkahlaku. Semua manusia memiliki syahwat
terhadap lawan jenis (seksual), bangga terhadap anak-anak, menyukai benda (dan segala
sesuatu yang) berharga, kendaraan bagus (gengsi dan kenyamanan), ternak dan kebun.
Syahwat adalah  sesuatu yang manusiawi dan netral. Menunaikan syahwat secara benar dan
halal bernilai ibadah. Memanjakan syahwat berpotensi pada dosa dan kejahatan.
Hawa  nafsu adalah dorongan kepada obyek yang rendah dan tercela. Perilaku
kejahatan, marah, frustrasi, sombong, perbuatan tidak bertanggung jawab, korupsi,
sewenang-wenang dan sebagainya bersumber dari hawa. Karakteristik hawa adalah ingin
segera menikmati apa yang diinginkan tanpa mempedulikan nilai-nilai moralitas. Orang yang
mematuhi tuntutan hawa, tindakannya cenderung destruktif. Dalam bahasa Indonesia disebut
hawa nafsu.
Dari deskripsi psikologis manusia di atas secara terperinci bahwa seseorang dalam
menafsirkan mimpi tidaklah cukup melihat dari  hal yang horizontal, tetapi seseorang juga
harus melihat dari sudut  vertical manusia dengan manusia.  Jadi dalam menafsirkan mimpi
tidaklah cukup dengan faktor keagamaan  yang melekat pada diri manusia, aspek psikologis
manusia jukup menunjang juga dalam mengidentifikasi  suatu penafsiran mimpi untuk
mengetahui karakter manusia tersebut juga. Untuk itu sebagai pelengkap dalam menafsirkan
mimpi seseorang kita perlu mengetahui keadaan psikologis manusia tersebut, yang
selanjutnya kita bias menelaah arti symbolic dari pada mimpi seseorangBAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Seperti diketahui, mimpi ada yang baik dan yang buruk. Kemudian, dilanjutkan
dengan kaidah umum dalam menafsirkan mimpi, seperti adab tafsir mimpi, waktu dalam
menafsirkan mimpi, mimpi yang boleh diyakini, hal-hal prinsip dalam menafsirkan mimpi,
serta menafsirkan mimpi berdasarkan watak, waktu, dan keadaan. Permasalahan lainnya yang
dibahas adalah kedudukan roh dan jiwa saat mimpi, cara menafsirkan mimpi berdasarkan
nama, makna dan bahasa yang digunakan, mimpi yang benar, dan hal-hal yang harus
dilakukan saat bermimpi tentang sesuatu yang tidak baik atau mimpi buruk.  Terdapat juga
penjelaskan adab menafsirkan mimpi dan membedakan antara mimpi yang baik dan buruk.
Pada hakikatnya, mimpi adalah deretan dari gambaran mental yang saling
bertalian dan berlangsung selama orang tidur. Memahami mimpi hanya sebagai akibat dari
pengaruh mekanisme fisik dan  cermin dari gejala psikologis (kejiwaan) yang dialami
seseorang semata.

Suatu  kepribadian adalah paduan kompromi dari  inner-life  dengan dunia luar. Dengan
demikian  mimpi merupakan bukti adanya dimensi innate religious, atau kesadaran beragama
yang bersifat bawaan, sebab mimpi-mimpi yang digambarkan oleh menusia  dahulu hingga
modern sekarang ini tetap menggambarkan paradigma pskologis tentang hubungan manusia
dengan alam spiritual. Melalui analisa mimpi dari berbagai  aspek psikologinya,  dapat
disimpulkan bahwa adanya kekuatan-kekuatan terpendam yang bersifat religius yang
memanifestasi berupa bentuk-bentuk memuliakan, mensakralkan sesuatu di dalam kehidupan
manusia.


Populer